Sang Bijak Bestari Turun dan Mengangkat
Gurumu dengan kearifannya berupaya turun menghampiri pikiranmu. Kamu pun dengan semangat belajarmu mesti berupaya naik ke pikiran gurumu.
Tuhanmu dengan kasih sayang-Nya turun menghampiri
bahasamu. Kamu pun dengan semangat pencarianmu mesti naik memahami bahasa
Tuhanmu.
Bagi sang arif-bijaksana, tak ada bedanya Jawa, Inggris,
Arab, Indonesia, bahkan dunia dan jagad raya, termasuk orang bisu dan orang
buta. Dalam kebenaran relatif, semua bisa menjadi benar, semua bisa menjadi
salah, tergantung dari sudut mana melihatnya.
Arif-bijaksana telah mengenal (bukan mengetahui) sepercik
cahaya kebenaran absolut, sehingga tidak kebingungan dalam perselisihan. Dia
tahu dari mana perselisihan itu muncul, dan tentu saja tahu pula cara
meredamnya untuk mengembalikan pada satu kata asal muasal kemanusiaan.
Kemanusiaan semesta, humanisme universal, uomo universale. Tugasnya hanya satu
menebarkan cinta metta karunia -- misi rahmatan lil’alamin --
kasih-sayang-cinta bagi alam semesta.
Kelompok inilah yang hampir tak pernah ada perselisihan
dalam memandang dan menyikapi hampir seluruh perkara. Sang Budha Sidharta
Gautama, Bunda Theresa, Yesus Isa Al-Masih, Kong Hu Cu, Lao Tze,, Thomas
Jefferson, Abu Hamid Al Ghazali, Mansyur Al Hallaj, Syech Sitti Jenar, Musa
(Moses), Raja Sulaiman (King Solomon) dst. Mereka semua berada di area millah
Ibrahim (Abraham), komunitas nabi-nabi langitan dan ‘nabi-nabi sosial’
berbendera ‘agama publik’ bonum commune-bonum publicum, ‘ruh absolute’ .
Arif- bijaksana adalah puncak dari gunung pemikiran,
tangga terakhir manusia pemikir yang menurut Edison stok-nya hanya berkisar 1-5
% dari jumlah manusia di dunia. Tapi kehadiran mereka selalu ada pada setiap
zaman dan setiap umat-bangsa.
Mereka yang sepanjang hidupnya bergelut dan bergulat
dalam tempaan kawah candradimuka kepedih-perihan ramuan pengetahuan, proses
kontemplasi sampai pada saatnya tiba untuk menyampaikan ‘risalah’ khazanah
keagungan Ilahi, Dzat yang Maha kudus (Ruuhi).
Bahkan kemunculannya sering tak terdeteksi zaman, kecuali
hanya tanda-tanda kondisi sebagai indikasi kemunculannya untuk tampil
menyampaikan kedamaian, ketenteraman dalam diri setiap umat manusia. Bijak
bestari sang arif-bijaksana, siapakah dan dimanakah dia? Adakah kita
menemukannya diantara kita?
"Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Ibrahim : 4)
Selamat berakhir pekan saudara-saudara sekalian.
Semoga kita selalu diberkahi dari sisi-Nya.
Amin
Allahumma Amin....
Wassalam
ama, 25 Jumadil Akhir 1440 H
Tidak ada komentar
Posting Komentar